Perilaku LGBT hakikatnya adalah penyimpangan penyaluran seksual yang
menginginkan kenikmatan seks unsich. Soal keturunan dan institusi
keluarga bagi pegiat kelainan jiwa ini akhirnya menjadi hal yang tidak
penting.
Yang penting kebutuhan seksual bagi pelaku "al faahisy" ini terpenuhi,
dengan cara, kapan, dan di mana pun. Dengan terang-terangan perilaku gay
dan homo di Depok menyatakan bahwa mereka melakukan aktivitas seks
menyimpang ini memang untuk menghindari kehamilan. (Bintang.com).
Perilaku LGBT ini sesungguhnya asli gaya hidup Barat yang serba materi,
hedonis, dan melihat arti bahagia dengan duit. Keinginan hidup
berkeluarga secara alami semakin menipis. Kecenderungan orang muda
mereka menganggap bahwa pernikahan, hamil, menyusui, dan memelihara anak
adalah beban yang menghalangi produktivitas.
Akibatnya, saat ini Barat mengalami ancaman demografi yang serius.
Kenyataan masyarakat Eropa dan Amerika memiliki tingkat fertilitas yang
rendah. Tingkat fertilitas total di negara-negara Eropa kurang dari 2.1,
yakni angka minimal yang diperlukan untuk mengejar kelangsungan
generasi. Tingkat fertilitas di Prancis 2,08; Amerika 2,06; Jerman 1,42;
Inggris 1,90; Italia 1,4; Ukraina 1,22; Belanda 1,78, dan Spanyol 1,48.
Semuanya di bawah angka mengejar kelangsungan generasi.
Studi ilmuwan Jerman yang diterbitkan pada tahun 2013 menunjukkan, 15%
wanita dan 26% pria di bawah usia 40 tahun tidak ingin memiliki anak.
Dan angka ini menunjukkan peningkatan, sebab 10 tahun yang lalu, wanita
yg tidak ingin punya anak hanya 10%, dan pria ada 12%.
Mungkin adobsi dianggap sebagai solusi keluarga bagi kelompok pegiat
LGBT. Namun sejatinya keluarga itu bukanlah seonggok kumpulan beberapa
manusia hasil adobsi.
Sejatinya keluarga itu ada istri, ada suami, ayah, ibu, adik, kakak,
teteh, aa, neng, nenak, kakek, paman, bibi, dan lain sebagainya.
Mungkinkan keluarga demikian terwujud hanya dengan adobsi?
Keluarga adalah fitrah institusi yang dibentuk dengan pernikahan untuk
meraih sebuah ketentraman hidup. Maha benar Allah dengan Firman-Nya.
(وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ
فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ)
“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” (Ar Ruum 21)
Dalam sebuah keluarga yang hakiki, ada jalinan cinta dan tekad suami
istri untuk mengarungi bahtera kehidupan. Ada kerinduan sepasang kekasih
yang menanti lahirnya sang bayi. Ada tetasan air mata, tangisan
keharuan saat seorang ibu melahirkan. Ada kehidupan baru.
Ada do'a dan harapan ketika bayi mungil terlahir. Ada tekad seorang ayah
yang bekerja untuk menafkahi anak dan istri. Ada istri yang selalu
berdo'a dan menanti di rumah dengan serangkaian tugas-tugas kewanitaan.
Ada kerinduan seorang ayah untuk pulang ke rumah untuk bertemu anak dan
istri. Semua itu akan sirna dengan arus perilaku LGBT.
Keluarga dalam Islam adalah rangkaian hidup dengan tatanan hukum yang
rapi. Pola keluarga adobsi akan menghancurkan segalanya. Hukum waris
akan sirna, tidak ada lagi perwalian, hukum persusuan menjadi tidak
jelas, manusia cukup menyusu pada sapi. Naudzubillah[]
oleh : Luthfi Hidayat
[dakwahmedia.net]
